SAATNYA MATERI BERBOBOT DI SAMPAIKAN UNTUK
KEMASLAHATAN BERSAMA.
Sahabat saya bener bener menggebu gebu saat
menulis ini! Saya rasa semua telinga dan hati kita merasa terbakar saat
Rasulilah Solallohu alaihi wassalam dihina.. tapi rasa sakit itu bertambah
ketika kita terpaksa harus terbungkam karena Ilmu kita Lemah..
Memang perdebatan bukan jalan terbaik untuk
mematahkan semangat kristenisasi mereka, tapi, dengan memupuk jiwa kita dengan
Ilmu, kita akan tangguh ketika suatu saat terpojokan dalam satu situasi yg
memaksa kita bicara.
Saudara, Benarkah Aisyah Ra Berusia 7 tahun
Ketika Menikah Dengan Rasulillah Saw?
Hadist Siapakah yg meriwayatkan itu? Silahkan
baca 9 point dibawah ini yg akan membawa kita kepada pemahaman bahwa itu semua
adalah MITOS dan fitnah Belaka!
Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal
ini yang tercetak di hadits yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn
`Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya,Yang mana seharusnya minimal
2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada
seorang pun yang di Madinah, di mana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71
tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid
di Madinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang
Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Madinah ke Iraq pada usia
tua.
Tahzibu at-Tahzib, salah satu buku yang cukup
terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat
: ”Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa
yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq” (Tahzibu at-Tahzib, Ibn Hajar
Al-`Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn
Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ”Saya pernah
diberitahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang
Iraq” (Tahzibu at-Tahzib, IbnHajar Al- `Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami,
Vol.11, p. 50).
Mizanu al-I`tidal, buku lain yang berisi
uraian riwayat hidup para periwayat hadist Nabi saw mencatat: ”Ketika masa tua,
ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu al-I`tidal,
Al-Dzahabi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham
sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa
dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak
kredibel.
KRONOLOGI:
Adalah vital untuk mencatat dan mengingat
tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum
turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama dan Abu Bakar
menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad saw mulai mengajar ke
Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai
Madinah al-Munawwarah
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga
dengan Aisyah
Menurut Thabari (juga menurut Hisham ibn
`Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai
berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, At-Thabari
mengatakan: ”Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari
2 isterinya” (Tarikhu al-umam wa al-muluk, At-Thabari (died 922), Vol. 4,p. 50,
Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7
tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan
bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan At-Thabari,
Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613 M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah
usai (610 M).
Thabari juga menyatakan bahwa Aisyah
dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah,
seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikahi. Intinya: Thabari
mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN:
Al-Thabari tak reliable mengenai umur Aisyah
ketika menikah.
Menurut Ibn Hajar, ”Fatima dilahirkan ketika
Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun
lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi ash-shahabah, Ibn Hajar
al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika statement Ibn Hajar adalah faktual,
berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi
Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12
tahun.
KESIMPULAN:
Ibn Hajar, Thabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal
kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah
usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Menurut Abdur Rahman ibn Abi Zannad: ”Asma
lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah” (Siyar Al-a’lam An-nubala’, Al-Dzahabi,
Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: ”Asma lebih tua 10 tahun
dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa an-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p.
371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: ”Asma melihat pembunuhan
anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat
lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20
hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari
kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa
An-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: ”Asma hidup
sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu At-tahdzib, Ibn Hajar
Al-Asqalani,p. 654,Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma,
Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia
100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika
hijrah (622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika
hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18
tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana
Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Ibnu Hajar, Ibn Katir, dan Abdur
Rahman ibn Abi Zannad, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan
Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia
Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri
dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ?
12 atau 18..?
kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam
periwayatan usia Aisyah.
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah
dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim (Kitabu al-jihad wa as-siyar,
Bab Karahiyati al-Isti`anah fi al-Ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan
salah satu momen penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan:
”ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah
merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi
Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu al-jihad wa as-siyar, Bab
Ghazwi an-nisa’ wa qitalihinna ma`a ar-Rijal): ”Anas mencatat bahwa pada hari
Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya
melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit
pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah
ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu al-Maghazi,
Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): ”Ibn `Umar menyatakan bahwa
Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika
itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia
15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak
berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam
perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN:
Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas
mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal
berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria
dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah
beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan
Aisyah.
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan
pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam
Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: ”Saya seorang gadis muda (jariyah
dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu
at-tafsir, BabQaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke
delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan
bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai berumahtangga
dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang
baru lahir (sibyah n Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut
riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi
yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang
masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi
ariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya
surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika
dinikahi Nabi.
Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra
riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah
meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi
dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya ttg pilihan
yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: ”Anda dapat menikahi seorang
gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi
bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera
melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia
berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main
adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan
untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman
dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin“.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis
belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6,
p.210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan:
Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam
hadist diatas adalah ”wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam
pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu
menikahnya.
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku
petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan
kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam
mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang
pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan
pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun
muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai
perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.
Ayat tsb mengatakan : ”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang
belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?” (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang
tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b)
memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan
“sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya
bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui
hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan
pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas di atas, tidak
ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan
pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak
bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, gadis
tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.
Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa
Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya
daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk
mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya
yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7
tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak
adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,”berapa banyak
di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol
besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin
kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun
seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih
bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah
masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan
Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah
proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang
kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum
Quran.
Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7
tahun akan menentang hokum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu,
Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Seorang wanita harus ditanya dan diminta
persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al
Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami,
persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi
kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini,
persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat
diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr,
seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan menanggapi secara keras ttg
persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki
berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima
persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadits dari Muslim, masih suka
bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
Kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis
berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan
islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada
satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara
intelektual maupun fisik.
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak
perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada
pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab
tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah
terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada
usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan
kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang
nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para
pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama
di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim
menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah.
Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan
riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah
adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik
dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut
untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai
sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat
tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak
pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak
membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
Adapted from
http://www.badilag.net/ with fully edditing design by Nuruddin Al-Indunisy
post share by akhwatul
iman
kebenaran datangnya dari Allah dan kehilafan
datangnya dari yang buat note
maafin ya.Tidak jadi ajang debat tapi bahan
diskusi bersama
SEBARKAN......!!
BANTAH DENGAN ILMU SUPAYA MEREKA BUNGKAM DAN
MENGHENTIKAN FITNAH KOSONG ITU.
ALLOHUAKBAR!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar